Rabu, 02 Maret 2016

AKHIRAT OBSESINYA



Dari berbagai sumber;
 
Sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan semua urusannya lancar, hatinya kaya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah mengacaukan semua urusannya, menjadikannya miskin dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad shahih

Barangsiapa akhirat menjadi kesibukan utamanya dan obsesinya, maka setiap hari ia ingat perjalanan hidupnya kelak, apa pun yang ia lihat di dunia pasti ia hubungkan dengan akhirat, dan akhirat selalu ia sebut di setiap pembahasannya. Ia tidak bahagia kecuali karena akhirat, tidak sedih kecuali karena akhirat. Tidak ridha kecuali karena akhirat. Tidak marah kecuali krn akhirat. Tidak bergerak, kecuali karena akhirat. Dan tidak berusaha kecuali krn akhirat.

Siapa saja yang bisa seperti itu, ia diberi tiga kenikmatan oleh Allah Ta’ala. Nikmat yang Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hambaNya. Yaitu orang-orang yang menyiapkan jiwa mereka hanya untuk ALLAH Ta’ala dan tdk ada selain DIA yang masuk ke hati mereka, baik itu berhala-berhala dunia, atau perhiasan, atau pesonanya.

Nikmat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Seluruh urusan lancar

Allah SWT memberinya ketentraman dan kedamaian, mengumpulkan semua idenya, meminimalkan sifat lupanya, mengharmoniskan keluarganya, menambah jalinan kasih sayang antara dirinya dan pasangannya, merukunkan anak-anaknya, mendekatkan anak2 padanya, menyatukan sanak kerabat, menjauhkan konflik dari mereka, mengumpulkan hartanya, ia tidak pusing memikirkan bisnisnya yg tdk begitu baik, tidak bertindak spt orang bodoh, membuat hati manusia terarah padanya, siapapun mencintainya dan melancarkan urusan-urusan yang lain.

2. Kaya hati

Nikmat yang paling agung adalah kaya hati, sebab Rasulullah SAW bersabda dalam hadits shahih, yg artinya; “ Kekayaan hakiki bukan berarti harta melimpah. Tapi, kekayaan ialah kekayaan hati” (HR. Muslim)

Imam Al Manawi berkata; maksudnya, kekayaan terpuji itu bukan banyak harta dan perabotan. Sebab banyak sekali orang dibuat kaya oleh Allah, namun kekayaannya yg banyak itu tidak bermanfaat baginya dan ia berambisi menambah kekayaannya, tanpa peduli dari mana sumbernya.

Ia seperti orang miskin, karena begitu kuat ambisinya. Orang ambisius itu miskin selama-lamanya. Tapi, kekayaan terpuji dan ideal menurut orang-orang sempurna adalah kekayaan hati.
Di riwayat lain disebutkan kekayaan jiwa. Maksudnya, org yang punya kekayaan jiwa merasa tidak membutuhkan jatah rizkinya, menerimanya dengan lapang dada, dan ridha dengannya, tanpa memburu dan memintanya dengan menekan.

Barangsiapa dijaga jiwanya dari kerakusan, maka jiwanya tentram, agung, mendapatkan kebersihan, kemuliaan, dan pujian. Itu semua jauh lebih banyak ketimbang kekayaan yang diterima orang yg miskin hati. Kekayaan membuat org yg miskin hati terpuruk dalam hal-hal hina dan perbuatan-perbuatan murahan, karena kecilnya obsesi yang ia miliki. Akibatnya, ia menjadi org kerdil di mata orang, hina di jiwa mereka, dan menjadi orang paling hina.

Jika seseorang punya harta yang berlimpah, namun ia tidak qana’ah (merasa cukup) dengan rizki yang diberikan Allah SWT kpdnya, maka ia hidup terengah-engah spt binatang buas dan menjadikan hartanya sbg tuhan baru. Sungguh, ia orang miskin sejati, krn org miskin ialah orang yg selalu tidak punya harta dan senantiasa merasa membutuhkannya.

Dikisahkan, seseorang berkata kepada orang zuhud, Ibrahim bin Adham, lalu berkata, “saya ingin anda menerima jubah ini dariku.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau Anda kaya, saya mau menerima hadiah ini. Jika anda miskin, saya tdk mau menerimanya.” Orang itu berkata,”saya org kaya.”

Ibrahim bin Adham berkata,”Anda punya jubah berapa?” Orang itu menjawab,”Dua ribu jubah.” Ibrahim bin Adham berkata,”Apakah Anda ingin punya empat ribu jubah?” Orang itu menjawab, “Ya.” Ibrahim bin Adham berkata,”Kalau begitu anda miskin (karena masih butuh jubah lebih banyak lagi). Saya tidak mau menerima hadiah jubah ini darimu.”

3. Dunia datang kepadanya

Saat ia lari dari dunia, justru dunia mengejarnya dalam keadaan tunduk. Spt yg dikatan Ibnu Al-jauzi,” Dunia itu bayangan. Jika engkau berpaling dari bayangan, maka bayangan itu membuntutimu. Jika engkau memburu bayangan, maka bayangan menghindar darimu. Orang zuhud tidak menoleh kepada bayangan dan malah diikuti bayangan. Sedang org ambisius (rakus) tidak melihat bayangan setiapkali ia menoleh kepadanya.”

Sedang orang yang dunia menjadi obsesinya, ia hanya memikirkan dunia, bekerja karenanya, peduli kepadanya, tidak bahagia kecuali karenanya, tidak berteman dan memusuhi orang karenanya. Akibatnya, ia dihukum Allah dengan tiga hukuman;

1. Urusannya kacau
Allah SWT mengacaukan semua urusannya. Hatinya menjadi gundah tidak tenang, pikirannya kacau, jiwanya guncang dan kalut dalam hal yg sepele. Allah SWT mengacaukan hartanya, mengacaukan anak-anak dan pasangannya. Allah SWT membuat manusia antipati kepadanya. Tidak ada seorngpun yang mencintainya sebab Allah SWT menentukannya dibenci orang di bumi.

2. Selalu miskin
Hukuman ini membuatnya selalu tidak puas, padahal memiliki harta banyak. Ia senantiasa merasa miskin. Dan itu menjadikannya lari hingga terengah-engah di belakang harta.

3. Dunia lari darinya
Dunia selalu lari darinya. Ia memburu dunia tapi malah dijauhi dan ia berlari dibelakangnya, persis seperti orang yang mengira fatamorgana itu air. Ketika ia tiba di fatamorgana, ia tidak mendapatkan apa-apa.

Inilah yang membuat Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu berkata, “Obsesi dunia itu kegelapan di hati, sedang obsesi kepada akhirat itu cahaya di hati.”

Bagaimana karakteristik dari orang-orang yang terobsesi pada akhirat?
Kita bisa mengukur dengan membandingkannya pada diri kita.
Sebelumnya mengenai hal ini ada tiga kelompok orang dalam berobsesi thd akhirat:

1. Orang yang lebih sibuk dengan akhirat daripada dunia.
Mereka mebuat hidupnya didominasi oleh akhirat. Dunia hanya diletakkan digenggaman tangannya bukan di hatinya. è kelompok orang yang sukses

2. Orang yang lebih sibuk dengan dunia daripada dengan akhirat
Mereka begitu cinta dunia hingga dunia menguasainya dan membuatnya lupa total kepada akhirat dan mereka juga tidak tahu bahwa dunia itu jembatan menuju akhirat. è kelompok orang yang celaka

3. Orang yang sibuk dengan keduanya sekaligus.
Mereka tidak ingin masuk pada kelompok pertama atau kedua, namun ingin mendapatkan sebagian karakteristik kelompok pertama dan sebagian kelompok kedua. è kelompok orang yang dalam kondisi kritis.

Tentunya kita tidak ingin masuk ke dalam kelompok kedua dan ketiga, karenanya kita perlu mengetahui karakteristik kelompok pertama yaitu orang-orang yang sukses.
Karakteristik dari kelompok pertama antara lain:

1. Sedih karena akhirat
Sedih karena akhirat membuat orang punya perasaan takut Allah Ta’ala meng-hisab dirinya pd Hari Kiamat, lalu ia meng-hisab dirinya sebelum ia dihisab kelak di akhirat.

2. Selalu mengadakan Muhasabah (evaluasi diri)
Umar bin Khattab Ra berkata “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah menghadapi Hari Kiamat.”

3. Selalu beramal utk akhirat
Amal shalih bukan hanya shalat, puasa, membaca Al-qur’an dan dzikir, tapi amal shalih adalah apa saja yang dicintai Allah Ta’ala.

4. Trenyuh melihat pemandangan kematian
Seorang tabi’in Ibrahim An Nakhai berkata, “Jika kami datang ke rumah orang yang meninggal atau mendengar ada orang yang meninggal dunia, hal itu membekas pada kami hingga berhari-hari, karena kami tahu ada sesuatu (ajal) datang pada org tersebut, lalu membawanya ke surga atau neraka”

Itulah pengingat bagi kita semua, bahwa sesungguhnya kehidupan ini adalah sarana untuk kembali kepada Allah, sekolah yang raportnya nanti akan dibagikan di akhirat. Mari kita sama-sama mengevaluasi diri kita, selalu meluruskan niat kita hanya kepada Allah dan berdoa kepada memohon ketetapan iman di hati sampai pada hari penutup kita nanti.

“Yaa muqollibalquluub tsabbit qolbiy alaa diinika” Wahai Dzat yang membolak-balik hati, kokohkan hatiku tetap berada di atas agamamu.

Wallahu’alam

-Taujih Ruhiyah, Al-Bilali, Abdul Hamid

PEMIMPIN TAWADHU, HARAPAN RAKYAT



oleh: Kusrin, MZ
 
Ditengah krisis kepercayaan yang menimpa para pemimpin kita saat ini, ada baiknya kita merenungkan kembali pesan-pesan moral seperti penggalan dua kisah di bawah ini. Pertama terungkap dalam pidato Sayyida Abu Bakar Shiddiq ketika dilantik menjadi khalifah. Kedua masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang sangat fenomenal. Dua kisah ini relevansinya sangat butuh saat ini.
Pertama, Sayyida Abu Bakar menyampaikan dalam pidato pelantikannya ”Wahai sekalian manusia, kamu telah sepakat memilihku sebagai khalifah untuk memimpinmu. Aku bukanlah yang terbaik diantara kamu, maka apabila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku. Tapi bila aku bertindak salah, betulkanlah aku. Berlaku jujur adalah amanah, dan berlaku bohong adalah khianat. Siapa saja yang lemah diatara kamu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, In Sya Allah. Siapa saja yang kuat di antara kamu, akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, In Sya Allah. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepdaku”.
Ini pesan utama Abu Bakar Shiddiq kepada rakyatnya yang disampaikan pada saat pelantikan menjadi khalifah. Pesan moral yang sangat menonjol seperti terungkap dalam pidato di atas, antara lain, adalah sikapnya yang sangat tawadhu, jauh dari sifat-sifat hegemonik seperti yang banyak menjangkiti sebagian para pemimpin zaman sekarang.
Kedua, Umar bin Abdul Aziz. Siapa yang tidak kenal Umar bin Abdul Aziz. Insan dengan sejarah menawan akan masa kepemimpinannya saat menjabat sebagai khalifah. Ia membalikkan 180 derajat keadaan hidupnya dari yang bermewah harta menjadi penuh dengan keterbatasan ketika dirinya diangkat sebagai khalifah. Ia juga yang dikenal sebagai khalifah yang mampu mengembalikan kesejahteraan umat Islam, hingga hampir saja pembagian zakat tak menemui si penerima karena kesejahteraan tiap muslim di kala itu. Ia juga yang menjadi penyelamat wajah Daulah Umayah di mana para raja berkuasa semena-mena dan perpecahan terjadi di mana-mana.
Tawadhu sendiri berasal dari wada’a yang berarti ‘merendahkan’. Tawadhu; merupakan perangai merendahkan kelebihan, menundukkan hati agar tidak menunjukkan ia lebih baik dari pada orang lain. Tawadhu berarti lawannya adalah riya, sombong dan ujub. Walau Sayyidina Abu Bakar Shiddiq merupakan salah seorang shahabat utama Rasulullah SAW dan sudah dijamin masuk syurga, namun dalam pidatonya, Abu Bakar tidak merasa sebagai orang yang paling baik. Abu Bakar sadar bahwa sebagai seorang hamba dan makhluk ciptaan Allah, dia tidak sunyi dari memiliki kelemahan dan khilaf yang menjadi sifat utama makhluk Allah di bumi ini.
Karena itu untuk memimpin sekelompok umat, Abu Bakar perlu mempunyai teman yang mampu memberikan nasehat, mencetuskan ide-ide bernas, bahkan membuka hati dan minta untuk tetap memberikan teguran serta kritikan atas kinerja yang dicapainya. Andai saja sifat-sifat riya, sombong dan ujub yang menjadi pakaiannya, mana mungkin dia mau menerima ide atau pemikiran dan masukan dari orang-orang yang dipimpinnya. Apalagi untuk menerima teguran dan kritikan.
Begitu juga dengan Umar bin Abdul Aziz, tentu akan ada banyak karakteristik seorang mukmin yang bersemayam dalam diri Umar bin Abdul Aziz hingga dirinya ditaati sebagai pemimpin dan namanya tertera dalam daftar sejarah kebanggaan umat muslim. Termasuk salah satu di antaranya adalah sifat tawadhu’ beliau.
Jika sifat riya, sombong dan ujub dikekalkan, maka di antara akibat yang akan muncul adalah si pemimpin akan memimpin dengan hawa nafsunya sendiri. Rakyat akan di jadikan hamba abdi. Pemimpin seperti ini akan gila kekuasaan dan senantiasa minta disanjung dan dipuji. Lebih celaka lagi, rakyat akan dipimpin untuk memasuki ruang kehidupan melalui jalan-jalan maksiat sekaligus memprioritaskan program-program pembangunan yang memiliki muatan kemaksiatan. Karena itu tidak heran jika Allah dan Rasul-Nya mengisyaratkan bahwa sifat riya, sombong dan ujub merupakan penyebab utama lahirnya berbagai krisis dan persoalan bangsa, potensi yang membuat manusia terjerumus ke dalam kearogansiannya.
Tidak hina seorang pemimpin memiliki sifat tawadhu. Karena di situlah kasih sayang Allah bagi orang-orang yang senantiasa merendah hati, menundukkan sikap dihadapan manusia lainnya. Setiap manusia memiliki peluang untuk berlaku riya, sombong, dan ujub, terutama jika ada keinginan untuk memelihara dan memanfaatkannya demi kepentingan kekuasaan. Kesombongan juga dapat mengubah ketulusan menjadi nafsu tidak baik yang menempatkan rakyatnya sebagai sasaran pelampiasan nafsu kekuasaan.
Karena itu perlu disadari khususnya oleh pemimpin zaman ini, walau dirinya memimpin sebuah bangsa, hatinya tetap ingat bahwa dirinya adalah juga seorang hamba. Seorang hamba yang berwatak hamba, tuannya akan sayang kepadanya. Tetapi jika tuan berwatak hamba, Allah-lah yang akan sayang kepadanya, tiada satupun yang akan mampu menggugat dan menggusarkan dirinya.
Begitulah para pemimpin umat Islam terdahulu mengajarkan keteladanan pada kita. Umar bin Abdul Aziz memberikan gambaran keindahan tawadhu’, ketika seseorang menurunkan egonya untuk menyamakan dirinya di hadapan manusia dan merendahkan dirinya di hadapan Allah Azza wa Jala, maka ia dapatkan kemuliaan dirinya, penghargaan di hadapan manusia, dan ketinggian derajat diberikan oleh Allah.
Inilah di antara pesan moral yang masih sangat relevan dengan kehidupan bangsa kita hari ini. Para pemimpin yang baru saja terpilih, para pembawa amanah, adalah hamba-hamba Allah yang sejatinya hanya mengabdi kepada-Nya. Rakyat berharap banyak kepada pemimpinya untuk tetap santun dan merendah ketika bertemu dengannya. Pemimpin yang peduli dan tanggap dengan kondisi rakyat. Pemimpin yang tidak tuli dari kritikan dan masukan rakyatnya. Pemimpin yang mau makan satu meja dengan rakyatnya. Pemimpin yang siap turun ke bawah melihat penderitaan rakyatnya. Pemimpin yang pro terhadap program kesejahteraan rakyat, bukan mengungsikan rakyatnya demi kepentingan pengusaha dan segolongan orang. Inilah pemimpin yang diharapkan rakyat, pengabdian yang tulus dan tawadhu akan membuahkan hubungan yang mencintai di antara pemimpin dan rakyatnya. Pemerintahan yang baik adalah, pemimpin mencintai rakyat dan rakyat mencintai pemimpinnya.










Minggu, 31 Januari 2016

SENYUMAM YANG DI RINDUKAN



Oleh: Kusrin, MZ

Sulitkah untuk tersenyum. Ya sambutlah bangun pagi mu dengan senyuman. Senyuman itu, dunia ini telah lama merindukannya. Dunia ini telah lelah di huni oleh mereka yang arogan dan mereka yang selalu menangis. Bumi ini telah penat di injak-injak oleh mereka yang tak ramah lagi. Alam ini sudah jenuh di isi oleh orang-orang yang tak peduli.  Mungkin impiannya untuk segera meyegarkan punggungnya dengan dinginnya air laut. Senyuman itu, bumi ini lama merindukan kehadirannya, burung-burung angkasa menanti gembira kemunculannya, mungkin mereka sedang bersiap-siap menyambutnya. Tersenyumlah, agar kembali tersenyum dunia ini padamu. Karna, seuntai senyum yang tersipu indah akan menghapuskan coretan-coretan kegelisahan, dengannya kusut benang-benang kegetiran akan terurai, pahitnya kehidupan akan berubah manis, kabut kegalauan yang menyelimuti akan sirna, sesaknya dada akan segera lapang, besarnya masalah akan terasa mudah, beratnya beban akan terasa ringan dan kerasnya hati akan menjadi lembut karena pancaran cahaya ketulusan wajah dan sanubari.
Tersenyum tidak membutuhkan banyak tenaga, tersenyum tidak menuntut keletihan, tersenyum hanya dengan mencampur butiran keikhlasan yang manis dengan  keceriaan yang mengalir dari mata air sanubari yang terjaga dengan indahnya rerimbunan akhlaq. Wajah yang terhias senyuman layaknya langit malam hari dengan purnama sempurna dan bintang bintang gemerlip disekelilingnya, senyuman adalah sihir yang diperbolehkan, tiada perbuatan yang selalu berbalas melainkan senyuman. Indahnya risalah kenabian tersebar keseluruh sudut bumi,senyuman yang mengantarkannya.
“Senyumanmu di hadapan saudaramu adalah sedekah”
Senyuman mempererat tali kasih sayang, menautkan dua hati, dan mengabadikan keromantisan. Wajah mu yang memerah karena tersenyum layaknya padang savana dengan bunga-bunga indah dan rerumputan hijau mengitarinya, mawar tanpa duri, seputih melati yang tersiram rintikan hujan kala sore hari.
Tidak merugi dengan bermurah senyum, Allah kan membayar keindahan senyumanmu. Layaknya intan permata, senyum mu dihadapan saudaramu memantulkan pancaran cahaya hati, menyebarkannya kesetiap sisi kehidupan. Hati yang lembut tercermin pada senyuman mu, semakin manis kamu tersenyum semakin lembut hatimu.
Tajamnya senyuman dapat memotong kerasnya batu kesombongan. Senyuman dapat menghalau debu-debu kebencian, menerangi gelapnya kedengkian, menahan gelombang hasud dan menghancurkan kokohnya gunung keburukan. Wajah yang bermuka masam akan mengasingkannya, wajah tanpa senyuman seperti gubuk tua yang ditinggal penghuninya, raut muka yang jarang tersenyum layaknya kain kusut dan kotor yang berhari-hari belum dibersihkan,berapa banyak keceriaan yang hilang akibat sirnanya senyuman mu.
Allah memuliakan hamba-hambanya karena senyumnya terhadap saudaranya, berapa banyak sedekah yang terbayar dengan senyuman, berapa banyak hati yang terhibur karena memandang indahnya senyuman yang terlukis indah di wajahmu. Tersenyumlah, ambil dan jangan sia-siakan indahnya rahmat Allah yang dikaruniakan kepadamu. Tersenyumlah, muliakan dirimu. Tersenyumlah, tersenyumlah dengan simetris, maka kamu akan awet muda seiring seringnya otot pipi digerakkan. Tersenyumlah pada dunia, senyuman yang membuat penduduk bumi mencintaimu. Tersenyumlah

Selasa, 27 Oktober 2015

SAMBUTAN DKM TERPILIH DALAM ACARA MUHARRAM



24 Oktober 2015,  Kusrin
Assalamu’alikum warohmatullah wabarokatuh.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَمَّا بَعْدُ

Hadirin semua
ikhwati wa akhwati yang dirahmati Allah
Pertama-tama,
Segala puji bagi Allah, yang telah memberikan segala nikmatnya terus menerus, siang dan malam tanpa perhitungan, yang maha terjaga, yang tidak pernah mengantuk dan tidak tidur, yang maha hidup abadi dan maha memelihara semua makhluk-Nya. Pemberian-Nya tidak terhitung dan terkira, tak ada ungkapan syukur yang terucap dari Lisan sang hamba yang lemah ini melainkan ucapan Al-Hamdulillahi robbil ‘alamin..

Sholawat dan salam senantiasa ter-curahkan kepada Nabi kita, Pujaan hati kita, kekasih hati ribuan juta muslim di dunia, Muhammad bin Abdillah yang berbudi luhur dan mulia nasabnya dengan semulia-mulia ucapan dan do’a baginya... Allahumma sholli wasallim wabarik alaih wa’ala ‘alaih.

Hadirin yang dirahmati Allah.
Terimakasih saya ucapakan atas waktu dan kesempatan yang diberikan.
Yang terhormat Bapak/Ibu Walikota/mewakili (kalau ada)
Yang terhormat Bapak/Ibu Kepala Lurah/mewakili (kalau ada)
Yang terhormat Bapak/Ibu Ketua RW dan RT (kalau ada)
Yang terhormat Ustadz (……….) yang telah berkenan hadir, yang kami timba ilmu dan nasehatnya
Yang terhormat pengurus DKM Masjid (……) yang telah bersama-sama kita 
Yang teristimewa para undangan dan jama’ah masjid (……) yang telah hadir dari awal
Yang terhormat Panitia pelaksana acara Muharram/Tahun baru Islam 1437 H yang telah bekerja keras hingga acara ini terlaksana dengan baik.
Terakhir wa bil khusus anak-anak kita (yatim) yang sama-sama kita sayangi.

Hadirin yang di rahamati Allah SWT,
izinkan saya pada kesempatan ini untuk menyampaikan beberapa hal.
Pertama saya mengucapkan banyak terimakasih atas kepercayaan bapak/ibu, saudara/I yang telah meng-amanahkan kepada saya memangku jabatan baru ini yaitu ketua DKM masjid untuk beberapa tahun akan datang.
Tentunya saya menyadari dalam amanah ini tidaklah mudah menjalankannya, oleh sebab itu saya minta bantuan dan sokongan dari pengurus, bapak/ibu jama’ah hadirin untuk mensukseskan program-program yang akan kita jalankan kedepannya.

Hadirin yang berbahagia,
Manusia terlahir didunia ini dalam keadaan fitroh, ruh-jiwa yang suci, dan ketika sudah mencapai usia balig diamanahi Allah sebagai pemipin untuk dirinya sendiri karena pada waktu itu sudah terbebani hukum agama secara penuh yang sebelumnya dibebankan pada orang tuanya. Dari itu pada hakekatnya semua manusia yang hidup didunia ini adalah seorang pemimpin, minimal memimpin dirinya sendiri, memenejemen hatinya karena salah satu tugas seorang pemimpin adalah “memenejemen”. Pemimpin nafs (jiawa), pemimpin Qolb (hati) itu mengendalikan dan menunggangi hawa nafsu agar pemimpin mengusai hawa nafsu, bukan hawa nafsu yang menguasai pemimpin atau pemimpin yang ditunggangi hawa nafsu. Itulah tentang memipin diri/ nafs yang merupakan pijakan awal yang harus dilalui sebagai seorang pemimpin yaitu mampu memimpin dirinya sendiri menuju kesepurnaan jiwanya. Setiap insan adalah pemimpin dan diakhirat nanti harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya dihadapan Allah SWT. Setelah pertanggungan jawab dihadapan diri atau manusia ketika didunia.

Hadirin dan para undangan yang di Ragmati Allah SWT 
Dalam momen ini, tahun baru Islam mari kita hijrahkan kembali diri kita ke pada yang lebih baik, dari sekian banyak hikmah yang dapat kita petik dari perjalan Hijrah diantaranya adalah

1.      Pertama, hijrah merupakan perjalanan mempertahankan keimanan. Karena iman, para sahabat sudi meniggalakan kampung halaman, meninggalkan harta benda mereka. Karena iman, mereka rela berpisah dengan orang yang dicintainya yang berbeda akidah. Iman yang mereka pertahankan melahirkan ketenangan dan ketentraman batin, kalau batin sudah merasa tentram dan teraasa bahagia, maka bagaimanapun pedihnya penderitaan dzahir yang mereka alami tidak akan terasa. Itulah mengapa sebabnya para sahabat mau berjalan di gurun pasir yang panas. Mereka melakukan perjalanan dari Mekkah menuju Madinah dengan bekal iman. Oleh karena itu, dalam memperingati tahun baru hijriyah ini, perlulah kita tanamkan keimanan dalam diri kita sebagaimana imannya para sahabat. Dan diwujudkan dalam bentuk amal-amal saleh dalam kehidupan ini.

2.      kedua adalah bahwasanya hijrah merupakan perjalanan ibadah. Pada waktu hijrah, dorongan sahabat untuk ikut tidak sama. Oleh karena itu Rasulullah SAW sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori menyatakan bahwa amal-amal perbuatan itu tergantung pada niatnya dan bagi tiap orang apa yang diniatkannya.
Oleh karena itu, semangat ibadah inilah yang harus menjiwai peringatan hijrah dan langkah memasuki tahun baru hijriah.
3.      hikmah ketiga adalah bahwa hijrah adalah perjalanan ukhuwah.
Para jamaah, kita bisa menyimak bersama bagaimana penduduk Madinah menyambut orang-orang Mekkah sebagai saudara. Kemudian mereka bergaul dalam suasana ukhuwah yang berlandaskan satu keyakinan bahwa semua manusia berasal dari Nabi Adam dan beliau diciptakan dari tanah. Maka bersatulah orang-orang muhajirin dan orang anshar sebagai saudara yang diikat oleh akidah. Dalam surah Al-Hujarat ayat 10 Allah Swt berfirman :
4.    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.”
Oleh sebab itu hendaknya kita senantiasa menjaga kerukuran dan ukhuwah di antara sesama kita, bertetangga, bermasyarakat dan seterusnya.

Demikianlah sekelumit tentang hikmah hijrah Nabi SAW yang dapat kita ambil, untuk lebih jelasnya nanti ustadz kita yang akan menyampaikannya.

Selanjutanya mari senantiasa menyantuni, memuliakan anak-anak yatim, jangan pernah kita menyakiti memakan harta mereka secara bathil. Sebagaimana yang pernah di sampaikan Rasulullah SAW, bagi siapa yang menyayangi dan menyantuni anak yatim, Rasulullah meng-ibarakat bagaikan jari telunjuk dan jari tengah. Nanti di akhirat bersama dengan Rasulullah, In Sya Allah.

Demikian yang dapat saya sampaikan pada kesempatan ini, sekali lagi saya minta bimbingan dari pengurus DKM sebelumnya, dan kepada masyarakat jama’ah saya minta masukan dan pengawasannya dalam menjalan amanah ini. Pemimpin yang Qur’ani adalah seorang pemimpin yang mengedepankan nilai-nilai Agung Al-Qur’an dalam setiap sikap, tindakan maupun kebijakannya
Mari kita hijrahkan diri kita kepada jalan yang di Ridhoi Allah SWT.
Billahi taufiq wal hidayah.

Wassalamu’alaikum wrwb. 

Note:
Terimakasih atas kepercayaannya, contoh ini bisa di kondisikan sesuai kebutuhan dan bentuk acara.

Kusrin:
Email   : kusrinmz@gmail.com
Cp       : 081267244047