Kamis, 21 Februari 2013



SHALEH POLITIK
            Politik sering diduga sebagai area penuh intrik, tipu daya, janji-janji. Dalam politik norma akhlak dan moralitas sering kali diabaikan dan dilanggar demi lestarinya kekuasaaan. Segala macam cara ditempuh untuk mengabadikan kekuasaan.
            Arus deras politik itulah yang membuat Muhammad Abduh, seorang pemikir besar asla Mesir, berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari politik dan politikus.”
Bagi Muhammad Abduh, politik mungkin menjadi monster yang menakutkan, terutama saat perilaku kotor yang melanggar norma-norma Islam. Rambu-rambu etika tak lagi mampu mengerem syahwat berkuasa yang menggelora bergemuruh di dalam dada mereka. Lalu apakah politik itu haram?
            Dalam berpolitik ada etika dan norma yang tidak boleh d labrak. Ada aturan agama di dalamnya. Politik bukan suatu hal yang haram dan di larang untuk di lakukan. Politik bisa jadi ladang amal shaleh yang menggiurkan untuk mendapatkan jaminan keselamatan di akhirat. Politik bisa menjadi kunci untuk meraih Ridho Allah.
            Bahkan, Rasulullah memberikan jaminan bagi para pemimpin dan pelaku politik yang adil untuk mendapatkan naungan khusus dari Allah pada hari kiamat nanti, dimana saat itu tidak ada naungan kecuali naungan Allah SWT. Naungan itu hanya diberikan kepada tujuh golongan manusia yang memiliki kualitas keimanan terbaik. Doa pemimpin yang adil termasuk salah satu doa yang tidak akan pernah tertolak. Itu karena tanggungjawabseorang pemimpin sangatlah berat dan besar, baik disisi Allah maupun di hadapan publik.
Rasulullah bersabda,”Tiga golongan yang tidak akan tertolak doanya, yakni, doa orang yang puasa sampai ia berbuka, doa seorang pemimpin yang adil dan doa orang yang di dzalimi.” (HR. Tirmidzi).
Karena itu, bagi kalangan generasi awal Islam, jabatan pemimpin bukanlah sesuatu yang diminati. Bahkan mereka sering menghindar ketika diminta untuk memangku kekuasaan. Kita bisa menyaksikan ketika pemilihan pemimpin setelah meninggalnya Rasulullah, ketika Abu bakar dan Umar saling menolak untuk di angkat menggantikan Rasulullah sebagai Khalifah, namun akhirnya terpilihlah Abu bakar. Sebab begitu besar tanggung jawabnya di akhirat. Dalam lingkaran kekuasaan, seorang pemimpin sering tergelincir pada hal-hal buruk dan menyeret mereka pada kehidupan yang sulit dan membahayakan.
Umar bin Abdul Aziz, kahlifah kaum Muslim yang tersohor bahkan melakukan “bersih-bersih” harta yang dia miliki untuk diserahkan ke kas nebara demi menghindari kerakusan dan kecintaan overdosis pada harta. Kalung dan gelang istrinya, Fatimah, dia masukkan ke kas negara. Dia berusaha menjadukan kekuasaan sebagai jembatan pengabdian kepada Allah yang memberikan amanah pada dirinya.
Kesalehan politik di zaman sekarang ini sangat urgen. “Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah dan paling dekat tempat duduknya kepada Allah pada hari kiamat adalah seorang pemimpin yang adil. Dan manusia yang paling dibenci dan jauh dari Allah tempat duduknya di hari kiamat adalah seorang pemimpin yang kejam. (HR. Tirmidzi).
Keshalehan politik ini, bisa bercermin kepada pimpinan Islam terdahulu, bagaimana kepemimpinan seorang Abu bakar, bagaimana Umar bin Khatab, Umar bin Abdul Aziz. Kita lihat Umar seorang yang tegas tapi setiap malam dia mengelilingi kaumnya, memikul karung gandum dengan pundaknya sendiri, yang sangat peka dan sensitif terhadap keluhan rakyat, seorang singa di siang hari tapi berlinang air mata d malamnya. Kita juga bercermin kepada kepemimpinan Umar bin badul Aziz, bagaimana ia berpesta air mata di sesaat setelah pelantikan.
Keshalehan dan keadilan dalam politik merupakan syarat mutlak bagi pemimpin dan politisi agar dicintai oleh Allah. Dengan begitu, doa-doanya pun akan dikabulkan dan di akhirat mendapat naungannya. Smoga pemimpin adil, pedagang jujur, rakyat taat, hakim amanah, ulama cerdas. Insyaallah akan tercipta masyarakat adil dan sejahtera. Waallahu’alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar