Suatu hari Khalifah Umar bin Khattab RA melihat seorang pemuda berjalan
seperti orang sakit. Lalu, Umar pun bertanya kepada pria itu, "Apakah
engkau sedang sakit?" Pemuda itu menjawab, "Tidak." Mendengar jawaban
itu, Umar mengangkat cambuknya dan memukul pemuda itu. Ia lalu
memerintahkan anak muda itu untuk berjalan dengan tegap.
Dalam
sebuah hadis dari Anas bin Malik dikisahkan Rasulullah SAW telah memberi
contoh berjalan yang baik. "Sesungguhnya Rasulullah SAW berjalan dengan
tegar." (HR Muslim). Ketika berjalan, Nabi Muhammad SAW mengangkat
kedua kakinya tinggi-tinggi karena beliau berjalan dengan tegap.
Saking
tegapnya, Nabi SAW seakan-akan berjalan dengan bertumpu pada pangkal
telapak kakinya. Rasulullah berjalan dengan tegap, tak loyo dan tak
seperti berjalan orang sakit atau perempuan. Kemampuan berjalan
merupakan karunia yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Kisah di
atas menggambarkan bahwa Islam pun mengatur tata cara atau adab berjalan
yang baik. Setiap Muslim apabila sedang berjalan untuk sesuatu urusan
diharuskan menjaga adab berjalan.
Lalu seperti apakah adab
berjalan yang diajarkan Islam itu? Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid
Nada secara rinci menjelaskan adab berjalan dalam kitabnya Mausuu'tul
Aadaab al Islamiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
Ensiklopedi Adab Islam Menurut Alquran dan Sunah. Berikut adalah adab
berjalan sesuai tuntunan Islam:
Pertama, niat
yang benar. Seorang Muslim hendaklah berniat yang benar ketika hendak
berjalan. Niatkan berjalan itu untuk tujuan yang baik itu sebagai ibadah
dengan mengharapkan ridha dari Allah SWT. "Apabila berjalan hendak ke
masjid, niatkan untuk beribadah kepada Allah. Jika berjalan untuk
bekerja, niatkan untuk mencari rezeki yang baik dan halal untuk
keluarga," tutur Syekh Sayydi Nada.
Bahkan, ketika akan berjalan
untuk suatu permainan yang diperbolehkan, kata dia, hendaklah berniat
untuk mencari penyegaran agar jiwa kembali segar dan bersemangat untuk
beribadah. Menurut Syekh Sayyid Nada, dengan menghadirkan niat yang
benar, maka akan mencegah seorang Muslim dari berjalan untuk sesuatu
yang haram.
Kedua, tak berjalan untuk suatu yang
haram. Sesungguhnya, kedua kaki akan memberi kesaksian berbicara pada
hari kiamat. Untuk itu, hendaklah menghindar dari berjalan untuk sesuatu
yang dilarang agama. Sebab, setiap ayunan langkah kita menuju sesuatu
yang diharamkan akan berbuah dosa. Ketiga, bersikap tawadhu dan tak
sombong ketika berjalan.
Ketiga, bersikap
tawadhu dan tidak sombong. Allah SWT berfirman dalam Alquran Surah Al
Israa ayat 37: "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi
dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung." Dalam surah
Lukman ayat 18, Allah SWT berfirman: "… Dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi de ngan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri." Ibnu Katsir mengingatkan agar
seorang Muslim membanggakan diri, sombong, takabur dan keras kepala,
karena Allah akan murka.
Keempat, berjalan
normal. Hendaklah seseorang berjalan normal, yakni pertengahan antara
berjalan terlalu lambat dan terlalu cepat. Ibnu Katsir menjelaskan,
berjalan normal adalah berjalan secara biasa. Tidak terlalu cepat dan
tak terlalu lambat. "Pertengahan di antara ke duanya."
Kelima,
tak menoleh ke belakang. Dalam Shahiihul Jaami dikisahkan bahwa Nabi
Muhammad SAW apabila berjalan tidak menoleh ke belakang. Menoleh ke
belakang saat berjalan dapat membuat seseorang bertabrakan, tergelincir
serta bisa juga dicurigai oleh orang yang melihatnya.
Keenam,
tak berpura-pura lemah ketika berjalan. Berpura-pura lemah ketika
berjalan dengan maksud untuk dilihat orang lain dilarang dalam Islam.
Selain itu, juga tak boleh berpura-pura sakit ketika berjalan, karena
dapat mengundang kemarah an Allah SWT.
Ketujuh,
berjalan dengan kuat. Setiap Muslim harus berjalan dengan tegap seperti
yang dicontohkan Nabi SAW. Menurut Syekh Sayyid Nada, cara berjalan
seperti Rasulullah SAW lebih dekat kepada roh Islam. "Mukmin yang kuat
lebih dicintai Allah SWT, dibandingkan mukmin yang lemah," tuturnya.
Kedelapan,
menghindari cara berjalan yang tercela. Contoh berjalan yang tercela
itu antara lain; berjalan dengan sombong dan takabur, berjalan dengan
gelisah dan gemetaran; berjalan dengan loyo seperti orang sakit;
berjalan meniru lawan jenis; berjalan terburu-buru dan terlalu cepat;
serta berjalan seakan-akan melompat.
Kesembilan,
tidak berjalan dengan satu sandal. Rasulullah SAW bersabda, "Apabila
salah seorang dari kalian memakai sandal, maka hendaknya memulai dari
yang kanan. Apabila ia melepasnya, maka mulailah dari yang kiri.
Pakailah kedua-duanya atau lepaskanlah kedua-duanya."
Kesepuluh,
bertelanjang kaki sesekali waktu. Bertelanjang kaki termasuk tanda
tawadhu di hadapan Allah SWT. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Nabi SAW
memerintahkan kami agar kadang kala bertelanjang kaki." (HR Ahmad, Abu
Dawud dan an-Nasa'i). Menurut Syekh Sayyid Nada, bertelanjang kaki
adalah perkara yang baik, syaratnya tidak terdapat najis pada tanah
serta sesuatu yang dapat menyakiti kedua telapak kaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar