Selasa, 28 Agustus 2012

KOREKSI tarbiyah kita

Wahai Ikhwah, koreksi dirimu!
(dari seseorang yang menyadari dan tak malu mengatakan tarbiyahnya masih kurang)

Ada apa dengan diri antum? Lelah rasanya diri ini, ketika menyaksikan banyak sekali kader yang berguguran ditengah perjuangan dakwah, sakit hati ini saat ditengah perjalanan banyak yang memilih mundur.

Dan, yang ironis bagi diriku adalah, ketika ada seorang kader, atau seorang ikhwah yang akhirnya mundur, berguguran dan memilih berhenti ditengah perjalanan dakwah, saat ku tanyakan mengapa ini bisa terjadi, jawabannya biasanya “karena kualitas tarbiyah sang kader yang gugur itu lemah”, atau “memang demikianlah dalam jalan dakwah, pasti akan selalu ada yang berguguran sebab dakwah diemban oleh seseorang yang ruhiyah nya, jasadiyah nya baik dan sungguh-sungguh”, atau “beliau lagi sakit (dalam tanda kutip) mudah-mudahan cepat sembuh” atau jawaban ini “justru saya kecewa kenapa dia memilih mundur, tak dirasakankah bahwa dirinya sangat antum butuhkan dalam dakwah ini.” Atau “dia masih belum bisa memahami manhaj dakwah, dan masih terfokus pada segala hal yang bersifat duniawi” atau “dia terlalu memprioritaskan akademis, padahal dakwah itu lebih penting dari sekadar nilai akademis” Dan berbagai jenis komentar serta jawaban lainnya.

Tapi saat ku renungkan kembali, dari berbagai jawaban tersebut, seakan semuanya mengadili sang kader yang hilang, sang kader yang mundur, sang kader yang berguguran tanpa sempat antum bertanya pada diri ini, mengapa dia memilih menghilang, memilih gugur, memilih untuk mundur?

Jangan-jangan, saat antum berkomentar seperti itu, justru tarbiyah antum yang kurang, ruhiyah antum yang kosong, ukhuwah antum yang luntur, silaturrahim antum yang terputus, hingga antum tak merasakan lebih dalam mengapa ikhwah tersebut memilih mundur?

... mungkin antum terlalu asyik memperhatikan keburukan kader lain sehingga antum lupa untuk bercermin diri, mungkin antum terlalu senang untuk memberikan komentar dan jawaban demikian tanpa sempat mengukur diri dengan komentar yang antum ucapkan.

Lelah, jujur lelah hati ini menyaksikan yang demikian.
Tolonglah, mulai saat ini jangan lagi antum merasa tarbiyah antum lebih baik daripada para kader yang menghilang sehingga antum bisa mengatakan “dia gugur karena tarbiyahnya kurang” atau terlampau pasrah kepada ketentuan Allah bahwa jalan dakwah itu terjal dan berliku sehingga menjadi sunatullah bilamana dalam dakwah ada saja yang gugur, tapi pertanyakanlah “apa yang telah antum lakukan dalam dakwah ini agar jumlah kader yang gugur itu bisa diperkecil, agar dapat menjaga kader itu tidak berguguran?” permasalahan di sini adalah ikhtiar antum, bukan sekadar tawakkal dari antum!

Atau mungkin ukhuwah antum yang sudah luntur sehingga tak mampu mendeteksi jiwa dan perasaan kader yang akhirnya menghilang tersebut, mungkin saja kader itu ingin mendekat kepada antum tapi radar ukhuwah antum rusak sehingga tak mampu meraba isi hati dirinya. Dan malah antum yang mengadili bahwa ukhuwah si kader itulah yang lemah yang sedang luntur.

Atau jika memang si kader yang menghilang itu jiwanya sedang tidak baik, ruhiyahnya sedang rusak, tarbiyahnya sedang hancur, mengapa antum tak berniat untuk ikut memperbaikinya? Tidak mau lagi mengajak dia ke dalam bingkai tarbiyah yang selama ini antum rasakan? Bahkan malah mencampakan dia di tengah jalan?

Andai kata bingkai dakwah ini hanya diperuntukkan buat orang-orang yang baik saja, jujur ini adalah ironis. Karena tidak semua orang itu baik, karena tidak semua orang yang tidak baik itu tidak mau ikut kedalam bingkai tarbiyah antum. Bahkan justru mereka yang tidak baik itulah yang mengharapkan bisa bergabung dengan antum! Mengharapkan uluran tangan antum!

Tapi pendekatan kepada mereka itulah yang berbeda! Dan inilah yang menjadi masalah antum. Selama antum masih menerapkan pendekatan yang sama kepada dua orang yang sifatnya bertolak belakang maka hasilnya tidak akan sama. Inovasilah pendekatan dakwah antum agar mampu diterima oleh semua orang. Antum harus mampu menerima mereka apa adanya dulu dan tidak langsung memaksakan, “antum harus begini, antum harus begitu, antum tidak boleh begini, antum tidak boleh begitu” padahal mereka baru mengenal bingkai ini, sadarilah ini.

Terus terang ironis sekali bila bingkai ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang “baik-baik saja”, padahal bila kenyataannya orang yang “baik-baik saja” tak mampu merangkul orang yang tidak baik itu ke dalam bingkai ini, maka perlulah diragukan diri ini apakah sudah menjadi baik. Sebab bila diri ini baik, diri antum baik, maka akan membawa kebaikan kepada semua orang, tak peduli bagaimanapun sifat dia, bagaimanapun masa lalu dia dan bagaimanapun keseharian dia.

Maka, bila antum masih belum mampu melakukan itu, jelaslah bukan lagi jawaban “tarbiyah dirinya yang masih lemah” akan tetapi justru, “ana menyadari kini, tarbiyah ana yang justru masih belum baik sehingga belum mampu (ingat kata ini, antum mengatakannya dengan kata“belum” bukannya dengan kata “tidak” antum pasti tau perbedaan makna kata itu) untuk mengajak kepada kebaikan”

Koreksi diri antum sehingga tidak lagi muncul komentar atau jawaban seperti yang sebagian telah disampaikan pada awal tulisan ini. Niscaya bingkai ini pada akhirnya akan berkah dan merasuk dalam jiwa semua orang tanpa kecuali.

Dan jujur, bila antum kini mempertanyakan apakah diriku (orang yang mengkritik antum ini) tarbiyahnya sudah lebih baik, dakwahnya sudah mapan, silaturrahimnya tetap jalan, halaqahnya terus berkesinambungan dan sebagainya serba berkualitas?
Saya katakan, TIDAK!!!!

Saya mengkritik antum bukan karena merasa lebih pintar atau lebih baik dari antum, bukan itu!

Justru karena saya menyadari, merasa belum baik, merasa masih tidak sempurna, merasa masih ada yang rusak dalam diri saya, dalam jiwa saya, dan saya masih awam terhadap semua itulah, saya bisa melihat semuanya dari segala sisi dari perangai si kader yang hilang ataupun si antum yang merasa lebih baik itu dari kacamata yang positif.

Dan bila saya terkesan membela si kader yang hilang daripada si antum yang merasa lebih baik, bukan berarti saya subjektif atau berat sebelah. Justru karena saya termasuk seorang yang tidak ingin menghilang dari bingkai ini, yang pernah merasakan akan menghilang dari bingkai ini, termasuk orang yang pernah merasakan akan gugur dalam dakwah ini, termasuk yang merasakan akan mundur dari bingkai ini. Saya mengatakan semuanya sebagai terguran kepada si antum yang merasa lebih baik agar lebih memperhatikan saya, tidak hanya melihat dari kacamata lemahnya tarbiyah saya, hancurnya ukhuwah saya, jeleknya dakwah saya ini, namun mengajak si antum yang merasa lebih baik itu kepada dimensi lain yang juga mempengaruhi mengapa saya akhirnya seperti itu.

Ikhwah, Dakwah itu, tak akan tegak hanya dengan untaian-untaian kalimat dan perbuatan yang menyejukkan hati saja, namun juga dengan kritikan yang mampu mengiris hati!
Agar senantiasa tersadarkan siapa diri ini sebenarnya!

Dan....
Bilamana si kader yang menghilang yang digambarkan dalam tulisan ini adalah saya, atau dirimu yang membaca tulisan ini maka istigfar, Ya Rabb ampuni hamba yang lemah ini.

Dan...
Bilamana si antum yang merasa lebih baik yang digambarkan dalam tulisan ini adalah saya, atau dirimu yang membaca tulisan ini maka istigfar, Ya Rabb ampuni hamba yang lemah ini.

(maaf bila tulisan saya ini terlalu keras bagi antum semua, namun inilah kata hati saya, melihat realitas yang terjadi dalam salah satu bingkai dakwah yang selama ini menjadi tempat saya bernaung. Inilah jeritan hati saya agar antum semua dan diri saya juga tersadarkan betapa berharganya nilai tarbiyah itu tapi acap kali kita (saya dan antum) melupakannya. Saya tidak malu untuk mengatakan tarbiyah saya masih kurang justru saya merasa malu bila mengatakan “alhamdulillah tarbiyah saya masih baik” sebab dengan itu saya merasa ada jalan untuk selalu membenahi diri menjadi lebih baik, terus dan terus untuk memperbaiki diri walaupun di tengah perjalanan kadang melangkah terseok, terjatuh atau mungkin terjungkal tapi terus dan terus berusaha melakukannya.
Wallahu 'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar